178 - Siapa yang tak kenal Ibu Eni, seorang pengusaha warung makan yang sudah lanjut usia menangis saat terkena razia Satpol PP kota Serang pada Jumat (10/06)? Berita ini menarik perhatian luas masyarakat, rasa simpati luar biasa, hingga penggalangan dana untuk Ibu Eni pun dilakukan.
Tercatat uang yang sudah terkumpul mencapai Rp 176 juta. Ini membuktikan bahwa nampaknya rasa simpati masyarakat tersebut dilakukan karena melihat dari sisi kemanusiaan saja. Bukan untuk menyalahkan rasa simpati masyarakat yang begitu luar biasa, hanya saja sangat disayangkan sikap tersebut bukanlah hal yang tepat. Karena pada hakikatnya seharusnya kita masyarakat mengetahui bahwa ini adalah bulan ramadhan, dimana diwajibkan bagi kita untuk berpuasa.
Maka seharusnya setiap masyarakat membuka mata dan melihat secara jeli, bahwa memang sudah seharusnya saat puasa tidak ada warung makan yang berjualan di siang hari.
Lalu terkait Perda No 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat (Perda Pekat). Penyakit masyarakat yang dimaksud adalah mencakup segala bentuk perbuatan, tindak atau perilaku yang tidak menyenangkan dan meresahkan atau melanggar nilai – nilai ajaran agama dan norma susila. Sesuai dengan Perda No.2 Tahun 2010 Pasal 10 ayat 1 menyebutkan, kegiatan yang dimaksud itu adalah setiap orang dilarang merokok, makan, atau minum di tempat umum atau tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan Ramadhan.
Apa yang sudah terjadi dengan Ibu Eni dan blow up media yang berlebihan seolah memojokkan aturan islam yang beringas dan tidak toleransi. Sampai pemerintah pun begitu reaktif terhadap kasus ini, sementara ada dimana ratusan rumah warga luar batang diberangus pemerintah diam. Padahal yang seharusnya diberi perhatian lebih adalah mereka dibanding satu warung makan yang dirazia sampai berencana menghapus perda tersebut.
Inilah kecacatan yang nyata dari sistem demokrasi kapitalisme. Pemerintah begitu percaya diri dengan berbagai kebijakan yang sebenarnya mengancam masyarakat seperti legalnya miras, dan berbagai kebijakan yang tujuannya hanya pada materi, dan begitu takut dengan aturan islam yang hanya sekadar melarang membuka warung makan di siang hari.
Seharusnya ini tidak membuat pemerintah sebagai pemimpin malah pesimis dalam menjaga kondusivitas keimanan kaum muslim di Indonesia, tapi seharusnya membuat pemerintah untuk semakin sadar bahwa sekulerisme di negeri ini sudah mendarah daging dan wajib baginya sebagai seorang pemimpin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk memberantas hal tersebut. Karena bulan suci Ramadhan adalah momentum penting bagi seluruh kaum muslim termasuk para pemimpin muslim agar bisa mendekatkan diri dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT dengan menjalankan syariah-Nya secara total.
Dan kita kaum muslim, baik itu warga, pemimpin negri, dan seluruh komponen Negara sebagai seorang yang merasa dirinya muslim wajib meyakini bahwa islam diturunkan bukanlah sebagai suatu acaman. Bukankah dalam kitab suci al-qur’an yang dimiliki kita sama, apakah mungkin kitab suci al-qur’an yang dimiliki kaum muslim berbeda dengan kitab suci al-qur’an yang dimiliki para pemimpin muslim negeri ini? Sebagaimana Allah telah berfirman “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” [QS. Al-Anbiya: Ayat 107]
Maka jelas dan cukuplah bagi kita kaum muslim bahwa aturan islam adalah rahmat bagi seluruh alam bukan suatu ancaman yang membahayakan. Dan dari kasus ini kita pun mengambil pelajaran bahwa memang tidak mungkin aturan islam bisa diterapkan di sistem demokrasi kapitalisme ini, sekalipun kita selalu berusaha menampilkan sosok – sosok pemimpin muslim untuk menjadi penguasa. Karena sistem demokrasi kapitalisme ini hanyalah sistem buatan akal manusia yang sangat terbatas, yang selalu mengedepankan manfaat dan materi, serta membanggakan liberalismenya.
Dan sebagai kaum muslim yang mengaku beraqidah pada Allah dan Rasul-Nya janganlah berputus asa dan malah membiarkan sistem demokrasi kapitalisme ini semakin kokoh, kita haruslah tunjukkan bahwa aturan islam itu dapat memberi rahmat bagi seluruh alam, dan bukan hanya bagi kaum muslim tetapi rahmat tersebut akan dirasakan oleh kaum non muslim, tumbuhan, hewan, dan seluruh komponen yang ada di alam semesta ini. []
Tercatat uang yang sudah terkumpul mencapai Rp 176 juta. Ini membuktikan bahwa nampaknya rasa simpati masyarakat tersebut dilakukan karena melihat dari sisi kemanusiaan saja. Bukan untuk menyalahkan rasa simpati masyarakat yang begitu luar biasa, hanya saja sangat disayangkan sikap tersebut bukanlah hal yang tepat. Karena pada hakikatnya seharusnya kita masyarakat mengetahui bahwa ini adalah bulan ramadhan, dimana diwajibkan bagi kita untuk berpuasa.
Maka seharusnya setiap masyarakat membuka mata dan melihat secara jeli, bahwa memang sudah seharusnya saat puasa tidak ada warung makan yang berjualan di siang hari.
Lalu terkait Perda No 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat (Perda Pekat). Penyakit masyarakat yang dimaksud adalah mencakup segala bentuk perbuatan, tindak atau perilaku yang tidak menyenangkan dan meresahkan atau melanggar nilai – nilai ajaran agama dan norma susila. Sesuai dengan Perda No.2 Tahun 2010 Pasal 10 ayat 1 menyebutkan, kegiatan yang dimaksud itu adalah setiap orang dilarang merokok, makan, atau minum di tempat umum atau tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan Ramadhan.
Apa yang sudah terjadi dengan Ibu Eni dan blow up media yang berlebihan seolah memojokkan aturan islam yang beringas dan tidak toleransi. Sampai pemerintah pun begitu reaktif terhadap kasus ini, sementara ada dimana ratusan rumah warga luar batang diberangus pemerintah diam. Padahal yang seharusnya diberi perhatian lebih adalah mereka dibanding satu warung makan yang dirazia sampai berencana menghapus perda tersebut.
Inilah kecacatan yang nyata dari sistem demokrasi kapitalisme. Pemerintah begitu percaya diri dengan berbagai kebijakan yang sebenarnya mengancam masyarakat seperti legalnya miras, dan berbagai kebijakan yang tujuannya hanya pada materi, dan begitu takut dengan aturan islam yang hanya sekadar melarang membuka warung makan di siang hari.
Seharusnya ini tidak membuat pemerintah sebagai pemimpin malah pesimis dalam menjaga kondusivitas keimanan kaum muslim di Indonesia, tapi seharusnya membuat pemerintah untuk semakin sadar bahwa sekulerisme di negeri ini sudah mendarah daging dan wajib baginya sebagai seorang pemimpin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk memberantas hal tersebut. Karena bulan suci Ramadhan adalah momentum penting bagi seluruh kaum muslim termasuk para pemimpin muslim agar bisa mendekatkan diri dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT dengan menjalankan syariah-Nya secara total.
Dan kita kaum muslim, baik itu warga, pemimpin negri, dan seluruh komponen Negara sebagai seorang yang merasa dirinya muslim wajib meyakini bahwa islam diturunkan bukanlah sebagai suatu acaman. Bukankah dalam kitab suci al-qur’an yang dimiliki kita sama, apakah mungkin kitab suci al-qur’an yang dimiliki kaum muslim berbeda dengan kitab suci al-qur’an yang dimiliki para pemimpin muslim negeri ini? Sebagaimana Allah telah berfirman “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” [QS. Al-Anbiya: Ayat 107]
Maka jelas dan cukuplah bagi kita kaum muslim bahwa aturan islam adalah rahmat bagi seluruh alam bukan suatu ancaman yang membahayakan. Dan dari kasus ini kita pun mengambil pelajaran bahwa memang tidak mungkin aturan islam bisa diterapkan di sistem demokrasi kapitalisme ini, sekalipun kita selalu berusaha menampilkan sosok – sosok pemimpin muslim untuk menjadi penguasa. Karena sistem demokrasi kapitalisme ini hanyalah sistem buatan akal manusia yang sangat terbatas, yang selalu mengedepankan manfaat dan materi, serta membanggakan liberalismenya.
Dan sebagai kaum muslim yang mengaku beraqidah pada Allah dan Rasul-Nya janganlah berputus asa dan malah membiarkan sistem demokrasi kapitalisme ini semakin kokoh, kita haruslah tunjukkan bahwa aturan islam itu dapat memberi rahmat bagi seluruh alam, dan bukan hanya bagi kaum muslim tetapi rahmat tersebut akan dirasakan oleh kaum non muslim, tumbuhan, hewan, dan seluruh komponen yang ada di alam semesta ini. []
sumber : islampos.com