178 - Wahai para suami, hati-hatilah dalam berkomunikasi terhadap wanita yang telah mendampingimu selama ini. Mereka adalah bidadari berhati lembut. Telinganya peka, hatinya mudah tersentuh. Sebuah kalimat yang bisa jadi amat biasa bagimu, akan bermakna sangat besar bagi istrimu. Pun, jika kalimat itu merupakan ungkapan kejujuran, jika disampaikan pada saat yang tidak tepat, kalimat itu bisa langsung menghancurkan hatinya, berkeping-keping.
Malam itu, sang istri mencoba berkomunikasi dengan suaminya. Dalam kondisi terbaik, saat keduanya berada di kamar dan ranjang yang sama. Tak ada yang lain, kecuali embusan nafas dua insan yang kala itu hanya saling diam dan sesekali menatap. Di kamar itulah, keduanya biasa saling bertukar pendapat dan berbagi aneka rupa soalan kehidupan sehari-hari hingga bincang-bincang terkait masa depan.
Ketika kedua matanya bersitatap itulah, sang istri mencoba membuka wacana, “Mas, aku ingin bicara.” Sang suami yang berbadan besar itu pun memberi sinyal melalui matanya, “Silakan sampaikan.”
Kemudian, sang istri pun mengisahkan kegalauannya akhir-akhir ini. Bermula dari perubahan sang suami yang mulai tak peduli, jarang bahkan tak pernah membagi nafkah, hingga intensitas hubungan ‘ranjang’ yang mulai berkurang. Bahkan, beberapa waktu terakhir, saat sang istri ‘memintanya’, sang suami yang biasanya bersemangat itu menolak, tanpa keterangan.
Lalu, saat sang istri belum kelar menyampaikan keluhannya, sebuah kalimat serasa menusuk ulu hatinya. Bahkan, meski kalimat itu jujur adanya, ianya bagai sebuah benda keras yang menghancur leburkan hati sang istri. “Aku,” jawab sang suami tanpa belaskasihan, “sudah bosan berhubungan denganmu.”
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un....
Sahabat, ini bukan fiksi. Nyata. Banyak di antara kita yang mengalami hal ini. Entah bagaimana pun kadarnya. Sebab memang, bosan itu satu di antara sekian banyaknya karakter manusia yang tak bisa dihindari. Manusiawi.
Jika memang manusiawi, apa salahnya jika diungkapkan? Justru karena diungkapkan itulah, sebuah kalimat kejujuran mampu menghancurkan hati pasangan hidup yang sebelumnya kita puja setengah mati itu.
Bijaknya, bicarakan dengan baik dengan kalimat yang santun. Jika memang tak kuasa, tiada salahnya berdiskusi dengan ahlinya. Jangan sampai, makna bosan ini benar-benar dialami karena seorang suami tak lagi berhajat dengan istrinya yang telah berubah; tak bertambah cantik, badan semakin lebar dan bengkak, kuliat memudar cahayanya, rambut mulai bertambah warna, dan sebagainya.
Jika niat baik menjalin komunikasi menjadi dasarnya, insya Allah ada begitu banyak jalan yang bisa diupayakan. Namun, ketika kalimat tak beradab itu yang Anda lontarkan, percayalah bahwa hati istri Anda itu telah hancur berkeping-keping. Dan, amat susah untuk kembali pulih seperti sedia kala.
Maka, berhati-hatilah wahai para suami…
Malam itu, sang istri mencoba berkomunikasi dengan suaminya. Dalam kondisi terbaik, saat keduanya berada di kamar dan ranjang yang sama. Tak ada yang lain, kecuali embusan nafas dua insan yang kala itu hanya saling diam dan sesekali menatap. Di kamar itulah, keduanya biasa saling bertukar pendapat dan berbagi aneka rupa soalan kehidupan sehari-hari hingga bincang-bincang terkait masa depan.
Ketika kedua matanya bersitatap itulah, sang istri mencoba membuka wacana, “Mas, aku ingin bicara.” Sang suami yang berbadan besar itu pun memberi sinyal melalui matanya, “Silakan sampaikan.”
Kemudian, sang istri pun mengisahkan kegalauannya akhir-akhir ini. Bermula dari perubahan sang suami yang mulai tak peduli, jarang bahkan tak pernah membagi nafkah, hingga intensitas hubungan ‘ranjang’ yang mulai berkurang. Bahkan, beberapa waktu terakhir, saat sang istri ‘memintanya’, sang suami yang biasanya bersemangat itu menolak, tanpa keterangan.
Lalu, saat sang istri belum kelar menyampaikan keluhannya, sebuah kalimat serasa menusuk ulu hatinya. Bahkan, meski kalimat itu jujur adanya, ianya bagai sebuah benda keras yang menghancur leburkan hati sang istri. “Aku,” jawab sang suami tanpa belaskasihan, “sudah bosan berhubungan denganmu.”
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un....
Sahabat, ini bukan fiksi. Nyata. Banyak di antara kita yang mengalami hal ini. Entah bagaimana pun kadarnya. Sebab memang, bosan itu satu di antara sekian banyaknya karakter manusia yang tak bisa dihindari. Manusiawi.
Jika memang manusiawi, apa salahnya jika diungkapkan? Justru karena diungkapkan itulah, sebuah kalimat kejujuran mampu menghancurkan hati pasangan hidup yang sebelumnya kita puja setengah mati itu.
Bijaknya, bicarakan dengan baik dengan kalimat yang santun. Jika memang tak kuasa, tiada salahnya berdiskusi dengan ahlinya. Jangan sampai, makna bosan ini benar-benar dialami karena seorang suami tak lagi berhajat dengan istrinya yang telah berubah; tak bertambah cantik, badan semakin lebar dan bengkak, kuliat memudar cahayanya, rambut mulai bertambah warna, dan sebagainya.
Jika niat baik menjalin komunikasi menjadi dasarnya, insya Allah ada begitu banyak jalan yang bisa diupayakan. Namun, ketika kalimat tak beradab itu yang Anda lontarkan, percayalah bahwa hati istri Anda itu telah hancur berkeping-keping. Dan, amat susah untuk kembali pulih seperti sedia kala.
Maka, berhati-hatilah wahai para suami…
Sumber : muslimahcorner.com