178 - Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan sesuatu, pastilah sesuatu itu baik bagi umatnya. Sebaliknya, jika beliau melarang sesuatu, pastilah sesuatu itu buruk bagi umatnya.
Namun, sering kali manusia tidak mengindahkan petunjuk dan larangan yang telah digariskan beliau. Banyak perintah yang tidak ditaati dan banyak larangan yang dilanggar. Di antaranya, dua larangan berikut ini.
اِنَّمَا نَهَيْتُ عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ صَوْتُ مِزْمَارٍ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَ صَوْتُ رَنَّةٍ عِنْدَ مُصِيْبَةٍ
“Sesungguhnya aku melarang dua suara yang paling bodoh dan keji, yakni suara seruling ketika sedang mendapat nikmat dan suara tangis yang keras ketika mendapat musibah” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi; hasan)
Suara seruling ketika sedang mendapat nikmat
Alangkah sering hal ini dilanggar oleh umat Islam. Seakan-akan dianggap hal yang biasa dan boleh-boleh saja. Padahal sesungguhnya ini dilarang Rasulullah dan digelari dengan paling bodoh dan keji.
Kita lihat saat keluarga muslim mendapatkan nikmat pernikahan. Walimah yang seharusnya menjadi wujud rasa syukur dan bentuk pengumuman kepada khalayak bahwa si Fulan dan Fulanah menikah, berubah menjadi ajang hiburan yang di dalamnya ada hal terlarang.
Diputarnya musik-musik yang diiringi seruling merupakan hal yang sering terjadi di masyarakat kita saat walimah atau acara lainnya. Bahkan sebagian orang bukan hanya memutar musik melalui kaset namun mengundang band atau elektone dan sejenisnya yang secara live menghadirkan suguhan musik termasuk seruling.
Banyak acara-acara lain yang juga masuk dalam kerangka “nikmat Allah” tetapi diisi oleh pemutaran musik dengan seruling di dalamnya. Misalnya khitanan dan syukuran. Persis seperti yang dilarang Rasulullah dalam hadits tersebut.
Suara tangis keras saat musibah
Siapapun yang terkena musibah, manusiawi jika ia bersedih dan berduka. Bahkan menangis sekalipun. Namun yang dilarang oleh Rasulullah adalah menangis dengan suara keras. Meraung-raung. Meratap.
Umat Islam dituntun untuk bersabar saat menghadapi musibah. Baik ketika kehilangan anggota keluarga, ada bencana maupun bentuk-bentuk musibah lainnya. Menangis meraung-raung merupakan tanda bahwa kesabaran masih belum muncul saat menghadapi musibah.
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK]
sumber : bersamadakwah.net